Bisnis.com, JAKARTA — Harga emas diproyeksi masih akan tertekan dalam jangka pendek. Kendati demikian, aset sace haven tersebut masih berpotensi menguat dalam jangka panjang. Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot berada di level US$1784,25 per troy ounce pada penutupan perdagangan Jumat (19/2/2021). Sementara itu di bursa berjangka Comex harga emas berada di level US$1.777,40 per troy ounce. Sebelumnya, harga emas di pasar spot sempat turun menyentuh level US$1.760,67 per troy ounce, level terendah sejak 2 Juli 2020 silam.
Logam kuning yang menjadi bintang sepanjang tahun lalu tersebut kini berbalik menjadi salah satu komoditas dengan harga terburuk dalam indeks Komoditas Bloomberg di awal 2021.
Bahkan, berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg, pergerakan harga emas di awal tahun ini merupakan yang terburuk sejak 1991 lalu, seiring dengan imbal hasil US Treasusry yang tengah menanjak ke level tertingginya dalam sepekan terakhir. Tercatat, yield atau imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun saat ini berada di level 1,34 persen. Adapun suku bunga The Fed saat ini masih dipertahankan di level 0,25 persen.
Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan dalam jangka dekat emas akan terancam likuidasi alias banyak dilepas oleh para investor karena dinilai bukan menjadi aset prioritas di tengah kondisi pasar saat ini. Pasalnya, di tengah kenaikan yield US Treasury, Wahyu menilai komoditas yang akan jadi buruan investor adalah komoditas yang dapat dikonsumsi, dipakai, atau dijadikan bahan baku karena harganya akan naik. “Ini dampak dari harapan recovery dan banjir cash di pasar efek stimulus. Yield AS naik, outlook AS rate masih stuck, maka emas akan cenderung tertahan bahkan tertekan,” jelas Wahyu kepada Bisnis, Minggu (21/2/2021)
Lebih lanjut Wahyu menuturkan, investor juga akan mencari aset yang masih undervalue, termasuk saham. Salah satunya, investor akan melirik saham di negara berkembang seperti Indonesia. “Indonesia masih murah maka capital inflows akan masuk, tapi itu hot money, terpaksa masuk bukan karena fundamental, tapi karena sulitnya pilihan karena market AS sudah sangat mahal,” imbuhnya. Kendati demikian, untuk jangka panjang Wahyu mengatakan emas masih berpotensi untuk menguat dan tetap menjadi aset pilihan untuk lindung nilai (hedging). Salah satu support untuk harga emas jangka panjang adalah kebijakan yang akan dikeluarkan The Fed. “Short term outlook untuk emas di kisaran US$1.700—1.800 [per troy ounce]. Stimulus yang luar biasa mungkin bisa menunda bullish gold short or medium term. Namun, dalam jangka panjang teknikal masih berlaku, sangat jelas gold bullish,” pungkasnya. Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan emas sedang mengalami fase konsolidasi dimana akan terus alami penurunan. “Saat ini emas sedang alami fase konsolidasi dimana akan terus melemah, meskipun alami naik sedikit akan kembali turun lagi,” kata Ibrahim. Ibrahim juga menyatakan prospek tahun ini harga emas akan terus turun bila perekonomian belum membaik karena imbas Covid-19, bahkan bisa menyentuh level US$1.600 per ounce. Faktor penurunan emas di picu dari bank sentral global yang masih pertahanankan suku bunga sehingga pelaku pasar tinggalkan emas sehingga beralih ke saham dan obligasi. Penurunan harga dolar yang signifikan pada penutupan Jumat (19/2/2021) juga menjadi faktor penurunan harga emas. Disisi lain, saat ini hampir seluruh negara sedang upayakan vaksin Covid-19 untuk memulihkan perekonomian. “Bila vaksin berhasil makan aktivitas akan kembali normal sehingga pertumbuhan ekonomi dan pasar akan segera pulih,” tutup Ibrahim.
Sumber : market.bisnis.com