Bank Indonesia (BI) meyakini perekonomian Indonesia tetap kuat, meskipun kondisi global berpotensi melemah akibat kondisi geopolitik yang berimbas pada kenaikan laju inflasi serta risiko stagflasi.
Kondisi ini akan berpengaruh besar terhadap perdagangan global dan harga komoditas. Diketahui dua hal tersebut adalah mesin pendorong ekonomi dalam negeri dalam beberapa waktu terakhir, selain peningkatan konsumsi rumah tangga.
Kondisi Perekonomian Indonesia kuat secara fundamental. Dari data BPS, ekonomi triwulan II/2022 tercatat tumbuh mencapai 5,4%, lebih tinggi dibandingkan 2020. “Ekonomi dalam tracking pascapandemi dan BI melihat makroekonomi Indonesia kuat dari inflasi,” Dody Budi Waluyo selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia.
BI pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh dalam kisaran konservatif antara 4,7%-5,5%. “Artinya kita waspada terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi global, perdagangan global yang akan mempengaruhi harga komoditas,” ujar Dody.
BI melihat inflasi inti sekarang masih 2,9 persen. Kendati aman, Dody menuturkan bahwa ruang untuk kenaikan suku bunga tetap terbuka dengan melihat berapa besar potensi kenaikan konsistensi inflasi inti, serta ekspektasi inflasinya. Meski demikian, suku bunga bukan menjadi satu-satunya alat kebijakan BI.
“Preemptive dari kebijakan yang kita lakukan tidak semata harus melalui suku bunga, tapi juga bisa dilakukan dengan, entah likuiditas yang kita atur lebih terjaga, maupun dengan kebijakan koordinasi dari sisi untuk mengatasi supply-nya” Ungkap Dody.