Diskusi Ekonomi Pagi: BRICS dan Potensi Kemandirian Ekonomi Indonesia

Surabaya, 24 Januari 2025 – Dalam kajian ekonomi pagi yang diadakan secara online, para ahli berkumpul termasuk anggota Insan Doktor Ekonomi Indonesia untuk membahas dampak keanggotaan Indonesia dalam aliansi BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) serta potensi kerja sama ekonomi yang dapat diperoleh. Diskusi ini dipimpin oleh Agus Maksum, seorang pakar ekonomi terkemuka, yang menyoroti tantangan dan peluang yang dihadapi Indonesia di tengah dinamika pasar global yang terus berubah.

Agus Maksum membuka diskusi dengan menekankan pentingnya memahami konteks deglobalisasi yang sedang berlangsung, di mana negara-negara mulai melindungi kepentingan ekonomi mereka sendiri. “Indonesia, sebagai negara kaya sumber daya alam, memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin di kawasan Asia Tenggara dalam melawan dominasi dolar Amerika,” ujarnya.

Salah satu isu utama yang dibahas adalah ancaman produk murah, terutama dari China, yang dapat melemahkan industri dan pertanian lokal. Agus menjelaskan bahwa strategi “murah” yang diterapkan oleh produk asing dapat membunuh ekonomi dalam negeri, membuat pelaku usaha kecil dan petani tidak mampu bersaing. “Kita perlu pendekatan alternatif yang fokus pada peningkatan daya beli dan perlindungan pasar, seperti melalui inisiatif koperasi,” tambahnya.

Diskusi ini juga menyoroti perlunya kesadaran kolektif dari pemerintah dan masyarakat untuk melindungi ekonomi nasional. Agus mengajak semua pihak untuk membangun kesadaran melalui edukasi non-formal dan mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan proteksi yang mendukung lembaga ekonomi lokal.

Lebih lanjut, Agus menjelaskan bahwa bergabung dengan BRICS dapat memberikan Indonesia posisi strategis dalam melindungi dan mengembangkan ekonomi nasional. Aliansi ini bertujuan untuk melawan dominasi mata uang USD dan menciptakan sistem keuangan global baru yang memungkinkan negara-negara anggota untuk lebih mandiri dalam perdagangan.

Salah satu strategi utama BRICS adalah dedolarisasi, yang memungkinkan negara-negara anggota untuk melakukan perdagangan internasional tanpa menggunakan USD. “Pendekatan ini bukan hanya perlawanan ekonomi, tetapi juga upaya untuk membebaskan diri dari hegemoni keuangan Amerika Serikat,” tegas Agus.

Dalam konteks kemandirian ekonomi, Agus mengusulkan mekanisme baru seperti tokenisasi dan Sovereign Wealth Fund (SWF) untuk pembiayaan proyek nasional. Model ini memungkinkan penciptaan mata uang berbasis aset nyata yang dapat ditawarkan kepada masyarakat sebagai investasi, sehingga menghindari ketergantungan pada hutang luar negeri.

Meskipun bergabung dengan BRICS memiliki risiko, seperti ancaman sanksi dari Amerika Serikat, Agus dan para pembicara lainnya melihatnya sebagai peluang strategis untuk mengubah tatanan ekonomi global. “Keberanian untuk melakukan transformasi sistemik sangat penting. Negara-negara yang tidak berinisiatif hanya akan menjadi pengikut pasif dalam perubahan ekonomi internasional,” pungkasnya.

Diskusi ini diharapkan dapat mendorong langkah-langkah konkret dalam melindungi ekonomi nasional dan memanfaatkan potensi kerja sama internasional melalui BRICS. (setyo)

Dokumentasi

idei
admin

Tinggalkan Balasan