Melemahnya industri manufaktur dalam beberapa tahun terakhir menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Tren deindustrialisasi yang terjadi menyebabkan berkurangnya lapangan kerja di sektor formal, sehingga semakin banyak masyarakat yang beralih ke sektor informal dengan pendapatan yang lebih rendah. Kondisi ini berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat, yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Padahal, konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong utama produk domestik bruto (PDB).

Melihat kondisi tersebut, pemerintah didorong untuk mengambil langkah konkret guna menggenjot industri manufaktur demi mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,2% pada 2025. Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai perlunya kebijakan yang mendukung industri agar tetap kompetitif dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti pertumbuhan manufaktur nonmigas yang hanya mencapai 4,75% pada 2024, jauh di bawah target Kementerian Perindustrian sebesar 5,80%. Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho, menyatakan bahwa tanpa langkah strategis, ekonomi nasional akan sulit tumbuh di atas 5%. Untuk mengatasi permasalahan ini, ia mengusulkan lima kebijakan stimulus, di antaranya pemberian insentif energi bagi industri, penurunan biaya logistik, evaluasi kebijakan perlindungan pasar, pengurangan pungutan yang membebani perusahaan, serta peningkatan akses pembiayaan dan investasi di sektor hilirisasi.
Sumber: https://ekonomi.bisnis.com