Tarif Impor Trump dan Gejolak Ekonomi Indonesia: Saatnya Bijak Kelola Keuangan

Pada 3 April lalu, dunia dikejutkan oleh keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang secara tiba-tiba menerapkan tarif impor global terhadap berbagai negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Tarif sebesar 32 persen terhadap barang-barang asal Indonesia sontak mengguncang perekonomian nasional. Dampaknya begitu terasa; nilai tukar Rupiah terus melemah hingga menyentuh Rp16.750 per dolar AS, mendekati titik terendah sejak krisis keuangan Asia 1998.

Tak berhenti di situ, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun mengalami tekanan berat, mencatat penurunan hingga 9 persen pada perdagangan 8 April. Kondisi ini mendorong Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk melakukan trading halt demi meredam aksi jual besar-besaran yang dilakukan oleh investor asing. Dalam situasi seperti ini, kekhawatiran terhadap ketidakpastian global pun makin membesar.

Cameron Goh, CEO dan Founder FINETIKS, menyampaikan keprihatinannya atas gejolak ekonomi yang melanda Indonesia. Ia menekankan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ketidakpastian ini dengan pengelolaan keuangan yang lebih bijaksana. “Kombinasi potensi tarif tinggi, pelemahan mata uang, dan penurunan pasar saham menunjukkan ketidakpastian global sedang nyata di depan mata. Ini saatnya kita, sebagai masyarakat, bersikap lebih bijak dalam mengelola keuangan,” ujarnya di Jakarta pada 10 April.

Dalam menghadapi situasi ini, Cameron memberikan beberapa saran praktis. Pertama, simpan uang tunai. Ia mengingatkan strategi Warren Buffett yang dikenal luas: menyimpan cadangan kas dalam jumlah besar saat krisis melanda. Menurut Cameron, “Holding cash saat pasar panik bukan berarti takut ambil risiko, justru itulah strategi jangka panjang yang membuat Buffett semakin kaya ketika orang lain terpuruk.” Dengan memiliki cadangan kas, masyarakat bisa lebih leluasa mengambil peluang saat situasi membaik.

Kedua, Cameron menyarankan untuk fokus pada kebutuhan utama. Dengan harga barang impor yang melonjak, masyarakat diimbau untuk lebih selektif dalam membelanjakan uang. Prioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan pokok dan tunda pembelian barang-barang mewah yang tidak mendesak.

Ketiga, siapkan dana cadangan. Menabung dalam situasi penuh ketidakpastian adalah kunci untuk menjaga kestabilan finansial. Cameron juga menekankan pentingnya memilih produk tabungan yang memberikan imbal hasil tinggi namun tetap fleksibel.

Situasi ini menjadi pengingat keras bagi kita semua bahwa ketidakpastian adalah bagian tak terpisahkan dari dinamika global. Namun dengan sikap yang bijak dan strategi keuangan yang tepat, masyarakat tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga bisa memanfaatkan peluang yang ada untuk tumbuh lebih kuat di masa depan.


idei
admin

Tinggalkan Balasan